Posted by: psikotikafif | June 25, 2008

Jalan Setapak Menuju Psikologi Mazhab Kelima

psikologi islamiRubrik IDE Koran Tempo, Minggu 22 Mei 2005

Afthonul Afif, Konselor di Centre for Holistic Therapy Yogyakarta

Islamisasi ilmu adalah proyek keilmuan ambisius yang mulai menggeliat sejak tahun 70-an. Kritik atas perkembangan ilmu pengetahuan Barat yang bercorak sekularistik karena mengabaikan nilai-nilai spiritual dan etika menjadi ikon gerakan intelektual tersebut. Ilmu pengetahuan yang melulu berorientasi pada spirit keduniawian hanya akan mengantarkan umat manusia terjebak dalam situasi dehumanisasi terus-menerus.

Gelombang islamisasi ilmu melanda hampir semua bidang. Ada nama Akbar S. Ahmed dalam kajian sosiologi dan antropolgi. Osman Bakkar, S.H. Nasser dan Ziauddin Sardar untuk sejarah dan sains. Dan dalam kajian psikologi ada Malik B. Badri, Utsman Najati, dan Hasan Langgulung. Tulisan ini hanya akan membahas islamisasi dalam psikologi—yang kemudian melahirkan Psikologi Islam sebagai mazhab psikologi baru.

Sebagai koreksi atas pemikiran psikologi Barat seperti Behaviorisme, Psikoanalisa, Psikologi Humanistik, bahkan Psikologi Transpersonal, Psikologi Islam memberi catatan-catatan kritis atas kelemahan teoritik keempat mazhab psikologi tersebut. Atas Behaviorisme, Psikologi Islam mencatat kelemahan Behaviorisme yang disponsori oleh Ivan Pavlov, John Watson, dan B.F. Skinner terletak pada konsep stimulus-respon. Behaviorisme memandang bahwa ketika manusia dilahirkan pada dasarnya tidak membawa bakat apa-apa. Lingkungan yang baik akan menciptakan manusia yang baik dan lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk. Pandangan semacam ini terlalu menekankan aspek stimulasi lingkungan dan mengabaikan faktor bakat dan potensi alami manusia. Di samping itu, aliran ini mempunyai kecenderungan untuk mereduksi manusia—dengan menganggapnya tidak mempunyai jiwa, tak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri (Malik B. Badri, The Dilemma of Muslim Psychologist, 1986).

Berkaitan dengan Psikoanalisis sebagai mazhab kedua, Psikologi Islam mencatat kelemahan mazhab yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ini terletak pada pandangan deterministik terhadap perilaku manusia yang semata-mata ditentukan oleh faktor masa lalunya. Konsep Psikoanalisis yang terlalu menekankan faktor masa lalu dalam mempelajari perjalanan hidup manusia dianggap terlalu pesimis, sehingga seakan-akan tidak terdapat ruang bagi upaya pengembangan potensi manusia. Setelah orang mengalami masa kecil yang suram, seakan-akan tidak terbuka lagi kesempatan untuk hidup normal.

Selain faktor masa lalu, Psikologi Islam juga mencatat cacat teoritik pada Psikoanalisis atas asumsinya yang sembrono menganggap bahwa hasrat libido (Id) menjadi satu-satunya penggerak perilaku manusia. Teori ini dipandang terlampau menyederhanakan kompleksitas dorongan hidup yang ada dalam diri manusia. Dalam kaca mata Psikologi Humanistik, teori Freud ini hanya menjelaskan adanya kebutuhan yang paling mendasar pada diri manusia yaitu kebutuhan fisiologis dan tak mampu memberikan penjelasan pada kebutuhan-kebutuhan manusia yang lebih tinggi. Teori Freud akan kesulitan memberikan penjelasan akan kebutuhan aktualisasi diri dan dorongan untuk beragama.

Pada awalnya Psikologi Islam menaruh simpati pada Psikologi Humanistik yang berupaya mengembalikan kebebasan manusia sebagai sesuatu yang kodrati setelah dicampakkan Behaviorisme dan Psikoanalisis. Secara sepintas, Psikologi Humanistik mempunyai pandangan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik dan memiliki potensi yang tidak terbatas. Pandangan ini tidak menekankan dan mendewakan pendekatan kuantitatif, mencoba tidak terpenjara oleh dualisme subjek-objek dan mengakui keunikan manusia. Akan tetapi ketika dipahami lebih lanjut ada kejanggalan-kejanggalan teoritik yang patut dicermati. Pandangan Psikologi Humanistik masih mewakili semangat antroposentrisme Barat yang terlampau optimis terhadap potensi manusia, sehingga manusia dipandang sebagai penentu tunggal yang mampu melakukan play God (peran Tuhan) di dunia ini.

Kemudian sedikit menyinggung Psikologi Transpersonal. Mazhab psikologi ini sebenarnya telah meletakkan spiritualitas sebagai tema sentral dalam kajian teoritiknya. Psikologi ini memusatkan perhatian pada kemampuan batin manusia yang terdalam yang bersifat trans (melampaui) diri pribadi manusia biasa. Artinya, kemampuan terdalam dari psikis manusia. Misalnya kemampuan yoga, telepati, alih batin, dan lain-lain. Menurut Psikologi Islam, kekurang sempuranaan dari mazhab ini adalah hanya menyentuh aspek spiritualitas saja dari manusia, tetapi belum menyentuh dimensi al-ruh dan al-fitrah pada diri manusia.

***

Pada dasarnya sifat asal manusia adalah baik dan selalu ingin kembali kepada Kebenaran Sejati (Allah) (QS.7:172). Namun ketika potensi luhur itu tidak dikelola dengan baik, manusia akan terjerembab dalam kegelapan yang destruktif. Jadi segala bentuk perilaku menyimpang sebenarnya akibat dari tidak berfungsi secara maksimalnya potensi luhur manusia tersebut. Sifat asali manusia yang pada dasarnya baik dalam Psikologi Islam disebut sebagai fitrah.

Dorongan untuk merealisasikan fitrahnya dan kesiapan alamiah untuk mengenal Allah tertardirkan sejak jaman azali dan mendapatkan pendasarannya dalam dimensi khas yang dimiliki manusia, yaitu ruh. Meskipun Psikologi Humanistik dan Transpersonal sedikit banyak telah menyinggung spiritualitas tetapi hal itu tidak berkonotasi pada posisi ruh sebagai dimensi sentral manusia. Ruh pada manusia—memerankan fungsi istimewa—melampaui fungsi raga, akal, dan jiwa, dalam melakukan dialog dengan Allah sang pencipta.

Data-data dan temuan psikologi mengenai fenomena ruh sangat minim, demikian pula telaah teoritis mengenai masalah itu sulit ditemukan. Karena itu referensi terpercaya untuk mendapatkan keterangan mengenai dimensi ruh manusia, tak lain adalah al-Qur’an dan Hadits, di samping pandangan para ulama, terutama para ahli sufi. Secara hirarkhis, ruh merupakan dimensi tertinggi pada diri manusia dengan jiwa, akal, dan raga, secara berturut-turut berada di bawahnya.

Berkaitan dengan fungsi spiritual, para ahli sering memposisikan ruh setara dengan jiwa—padahal keduanya beda. Jiwa merupakan manifestasi ruh dalam kehidupan manusia di dunia. Dengan berfungsinya jiwa, manusia diharapkan akan selalu mengingat Tuhan dalam setiap perbuatannya. Jadi tidak salah ketika Psikologi Islam sering disebut sebagai mazhab psikologi yang bervisi ketuhanan.

Ruh menjadi pusat orientasi dari berfungsinya jiwa, akal, raga atau perilaku dalam Psikologi Islam. Maksudnya bahwa setiap upaya dalam melatih kepekaan jiwa, ketajaman akal, dan kesalehan perilaku senantiasa ditujukan pada upaya mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Ruh menjadi media penghubung antara Sang Pencipta dengan mahluknya.

Sebagai kilas balik dalam wacana psikologi, pembahasan tentang jiwa dan struktur-strukturnya sebenarnya telah dibahas oleh Psikoanalisis. Fungsi akal telah dibahas Psikologi Kognitif dan Psikologi Humanistik. Untuk fungsi ragawi secara panjang lebar telah dibahas oleh Psikologi Faal dan Behaviorisme. Psikologi Islam hadir pada saat yang tepat, dengan menyempurnakan teori tentang manusia dengan memasukkan dimensi ruh sebagai puncak tertinggi dari semua dimensi manusia. Dengan usaha penyempurnaan semacam itu, tidak dapat dibenarkan ketika Psikologi Islam dituduh hendak memisahkan diri dari mainstream psikologi yang sudah berkembang sejak lama. Justru kehadirannya sebenarnya hendak menyelamatkan diskursus psikologi yang akhir-akhir ini telah mengalami krisis kepercayaan karena kelemahan deskripsi teoritiknya tentang manusia. Secara sederhana Psikologi Islam adalah rangkuman dari Behaviorisme, Psikoanalisis, Psikologi humanistik, Psikologi Transpersonal dan disempurnakan dengan sufisme.

Adapun catatan-catatan kritis atas teori-teori psikologi Barat oleh Psikologi Islam harus dimaknai sebagai kerja konstruktif—bukan destruktif—karena Psikologi Islam mengambil manfaat darinya—bukan mencampakannya.



Responses

  1. materi yang bagus makasih

  2. pemikiran hebat, saya mungkin akanmengutip tulisan ini sebagai bahan dalam modul

  3. Thank.. jd referensi bahan materi kuliah.


Leave a reply to rindoe Cancel reply

Categories